Seluk Beluk Syarat dan Ketentuan Pinjaman Online
Tak jarang kebutuhan mendesak membuat seseorang akhirnya menjadikan pengajuan pinjaman dana sebagai jalan keluar, apalagi sekarang semakin mudah mendapatkannya, karena banyaknya penyedia jasa pinjaman online.
Sesuai namanya, pinjaman online dapat dilakukan secara online untuk pengurusan administrasi dan pengajuannya. Sehingga menjadi lebih mudah. Disamping kemudahan yang ditawarkan pinjaman online juga ternyata rentan dengan tindak kejahatan seperti penipuan dan pemerasan.
Untuk meningkatkan kewaspadaan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk terhindar dari penyedia jasa pinjaman yang tak bertanggungjawab.
Pertama, kita bisa melakukan verifikasi apakah penyedia jasa pinjaman online yang akan kamu gunakan sudah terdaftar resmi di OJK. Kedua, kita juga bisa mencari tahu apakah penyedia pinjaman tersebut sudah terdaftar menjadi anggota dari asosiasi pemberi pinjaman atau belum.
Mungkin masih banyak masyarakat umum yang belum tahu, bahwa sebetulnya OJK sudah memiliki aturan yang sangat ketat untuk mengatur tentang penyedia jasa pinjaman online tersebut dan aturan ini harus dilaksanakan oleh seluruh penyedia jasa.
Peraturan tersebut mengatur beberapa hal krusial seperti pengaduan, penyelesaian masalah dan sengketa serta perlindungan konsumen. Setelah melakukan kedua langkah tersebut, kita juga harus tahu seluk-beluk dari penyedia jasa yang akan digunakan. Bagaimana caranya?
Sebetulnya sangat mudah, kamu cukup membaca dan mencermati syarat dan ketentuan yang diberikan sebelum kamu setuju menggunakan atau meng-klik “yes” pada aplikasi. Biasanya pada syarat dan ketentuan akan tercantum informasi tentanya bagaimana cara penyedia jasa pinjaman bekerja, seperti sistem pembayarannya seperti apa, denda dan penaltinya bagaimana, serta jangka waktu peminjaman.
Dengan membaca syarat dan ketentuan secara jelas, tentunya kita akan mendapatkan gambaran terhadap resiko yang ada. Terlebih lagi jika nanti terjadi situasi-situasi yang tidak diinginkan. Meskipun biasanya penyedia jasa mempunyai nomor untuk layanan konsumen, tetapi akan lebih baik jika kita meminta bantuan advokat sebagai “second opinion” terhadap resiko yang ada.
Apabila sudah mendapatkan pinjaman tersebut, lebih baik digunakan untuk hal-hal yang bersifat produktif, seperti modal usaha. Karena yang namanya pinjaman akan menjadi utang dan utang harus tetap dibayarkan. Biasanya pengembalian pinjaman akan lebih besar karena terhitung dengan biaya administrasi.
Ketika menggunakan jasa pinjaman online, pastikan memang sudah ada anggaran untuk bisa membayarkan pengembaliannya. Karena kalau tidak, pastinya kita akan dihadapkan langsung dengan hukum sesuai dengan syarat dan ketentuan yang telah disepakati. Dalam beberapa kasus, banyak dari penyedia jasa pinjaman online illegal, akan menggunakan cara yang tidak lazim jika seseorang tidak dapat melakukan pengembalikan dari pinjaman yang sudah diberikan.
Seperti melakukan intimidasi, melakukan teror terhadap keluarga dan kerabat, bahkan sampai melakukan kekerasan fisik. Tentunya hal ini sudah beberapa kali masuk di berita nasional baca di artikel, ini salah satunya https://bisnis.tempo.co/read/1240184/pinjaman-online-meresahkan-puluhan-korban-lapor-ke-polda-jatim/full&view=ok
Kondisi tersebut bukanlah yang diharapkan. Seperti yang sudah dibahas bahwa utang adalah utang, jadi tetap harus dibayarkan. Terlebih lagi dalam utang-piutang terdapat waris perdata. Maksudnya?
Jadi, apabila pihak yang berutang tidak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayarkan utang, kewajiban tersebut dapat dilimpahkan kepada ahli waris.
Tentunya hal seperti ini perlu dicarikan solusinya. Pertama kita bisa membaca kembali syarat dan ketentuan yang ada pada bagian yang mengatur tentang ‘Wanprestasi’. Kedua, kita juga bisa menghubungi penyedia jasa layanan untuk menjelaskan kondisi yang sedang dihadapi dan meminta penyesuaian dalam hal pengembalian utang. Jika kedua cara tersebut belum membuahkan hasil dalam hal ini kita bisa meminta bantuan kepada Lembaga Penyelesaian Masalah yang disediakan oleh OJK.
Dalam perkara utang-piutang sering kali terjadi kesalahpahaman di masyarakat. Banyak dari masyarakat kita berpikir bahwa, jika tidak bisa melaksanakan kewajiban membayar utang, maka pihak tersebut bisa dipenjara.
Padahal utang-piutang termasuk dalam perkara perdata, dan hal tersebut tidak bisa dilakukan. Sesuai dengan yang diamanatkan dalam Pasal 19 Ayat (2) UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
“Tidak seorang pun atas putusan pengadilan boleh dipidana atau dipenjara atas alasan ketidakmampuan menyelesaikan kewajiban utang-piutang.”