Dijiplak dan dibajak, bagaimana hukumnya?
Maraknya pembajakan membuat pelaku usaha memilih membuat karya tiruan. Hal ini tidak akan memberikan nilai tambah ekonomi dan malah beresiko terjerat hukum.
Masih banyak para pelaku usaha belum menyadari bahwa bicara Hak Kekayaan Intelektual berarti bicara soal nilai ekonomi. Bahkan sebagian meremehkan soal hak kekayaan intelektual. Mereka seolah enggan melakukan inovasi dan lebih senang membajak karya orang lain atau menggunakan hasil karya bajakan. Padahal apabila hanya meniru karya orang lain, maka produk yang dihasilkan tidak akan memberikan nilai tambah, selain tentu saja merugikan pemilik karya, konsumen dan negara.
Perlindungan HKI
Dirjen Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM RI, Freddy Harris, berpendapat “Tanpa Komersialisasi jangan bicarakan kekayaan intelektual “Mengapa ada kekayaan intelektual? Tentu karena ada nilai ekonomis.” (sebagaimana dimuat pada artikel di laman situs Hukum Online “Freddy Harris: Tanpa komersialisasi jangan bicarakan soal kekayaan intelektual”). Saat ini, Pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif RI (Bekraf RI), juga membuat kedeputian khusus yaitu Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi untuk semakin mengoptimalkan perlindungan HKI dalam sektor Ekonomi Kreatif.
“Ibaratnya DJKI sebagai restoran, Bekraf sebagai penyedia jasa pemesanan dan pengantaran makanannya” kata Ari Juliano Gema, Deputi Fasilitasi HKI dan Regulasi Bekraf RI. Karena itu diharapkan semakin banyak pelaku usaha dan pelaku kreatif mendaftarkan dan/atau mencatatkan karya dan usahanya dengan pemilihan HKI yang tepat untuk mendapatkan nilai ekonomi yang optimal.
Penyelesaian Sengketa HKI
Lalu bagaimana bila secara administrasi sudah dipenuhi, namun karya kita jadi korban pembajakan? Peraturan perundang-undangan di bidang HKI (Merek dan Indikasi Geografis, Cipta, Paten, Rahasia Dagang dan Desain Industri) menganut delik aduan. Artinya bila mengetahui ada yang merugikan karyamu maka dapat mengadukannya ke penyidik.
Saat ini dibawah kepemimpinan Freddy Harris, DJKI mendorong untuk para pihak menggunakan upaya hukum alternatif penyelesaian sengketa, memilih jalur mediasi daripada terburu menggunakan upaya hukum pidana. Upaya Hukum Mediasi ini sangat baik, karena biasanya relatif lebih singkat dan lebih fokus pada tujuan dari seseorang dalam memilih upaya penyelesaian sengketa.
Tentukan dahulu tujuan Anda, apakah ingin menyampaikan kemarahan agar pembajak dipidana kurungan atau membayar denda ataupun ingin pembajak mengganti kerugian ekonomi yang hilang.
Untuk tujuan yang berbeda tentu langkahnya pun berbeda, Advokat dapat memberikan pertimbangan hukum atas apa saja upaya yang bisa kamu tempuh untuk memperjuangkan hasil karyamu dihargai dan dihormati.