+23
Chat Konsultan Hukum

Wajib Tahu! Ini Cara Efektif Laporkan Pelaku Penipuan Online

Pertanyaan

Saya baru saja jadi korban penipuan bermodus jual beli online. Pasal penipuan apa yang bisa dikenakan untuk menjerat pelakunya, apakah pasal dari KUHP atau UU ITE? Lalu bagaimana cara saya melaporkan pelaku penipuan ini ke pihak berwajib agar bisa diproses sesuai hukum yang berlaku ? Tolong bantuannya!

Penjelasan Menurut Hukum di Indonesia

‘Penipuan’ dalam KUHP

Perkara penggelapan penipuan telah diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Berdasarkan KUHP,  penggelapan merujuk pada perbuatan mengambil barang yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, di mana penguasaan atas barang itu ada pada pelaku tanpa melalui perbuatan melanggar hukum.

Adapun bunyi dari Pasal 372 KUHP yaitu:

Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tanganya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.

Apabila suatu perbuatan penggelapan dilakukan oleh seseorang dalam jabatan atau pekerjaannya atau karena menerima upah, maka dihukum berdasarkan ketentuan Pasal 374 KUHP dengan ancaman pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun.

Berbeda dengan penggelaman, perkara penipuan dibahas dalam Pasal 378 KUHP, yang menyebutkan :

Barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lai dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 (empat) tahun.

‘Penipuan’ dalam UU ITE dan Perubahannya

Meski UU ITE dan perubahannya tidak secara gamblang mengatur tindak pidana penipuan, namun terkait kerugian yang dialami konsumen dalam transaksi elektronik, terdapat ketentuan yang mengaturnya, yaitu Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45 A ayat (1) UU 19/2016.

Adapun Pasal 28 ayat (1) UU ITE berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

Apabila Pasal 28 ayat (1) UU ITE dilanggar, maka pelaku bisa dikenakan sanksi pidana yang telah diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Persamaan Keduanya

Dari pembahasan di atas, kita bisa tahu bahwa kedua rumusan tersebut baik rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE maupun Pasal 378 KUHP mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur penipuan, sedangkan Pasal 28 ayat (1) UU ITE lebih mengatur terkait berita bohong yang menyebabkan kerugian konsumen dalam transaksi online atau transaksi yang menggunakan perangkat elektronik.

Kendati demikian, frasa “menyebarkan berita bohong” dalam rumusan Pasal 28 ayat(1) UU ITE perlu digarisbawahi. Sebab, frasa terebut memiliki makna yang serupa dengan frasa “menyiarkan kabar bohong” yang terdapat pada Pasal 390 KUHP.

Adapun Pasal 390 KUHP berbunyi sebagai berikut:

Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Apabila terbukti kabar yang disiarkan adalah kabar bohong, pelaku dapat dihukum dengan Pasal 390 KUHP. Kabar bohong di sini, tidak hanya sebatas memberitahukan suatu kabar yang kosong, melainkan menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian.

Dengan kata lain, penjelasan ini juga berlaku bagi Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Di mana suatu berita yang menceritakan secara tidak betul tentang suatu kejadian termasuk dalam berita bohong.

Selain itu, kedua tindak pidana tadi sejatinya memiliki kesamaan, yaitu dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain. Meskipun dalam rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain”, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Selanjutnya, serahkan kepada penegak hukum, pasal penipuan mana yang akan dikenakan kepada pelaku. Apakah Pasal 378 KUHP atau Pasal 28 ayat (1) UU ITE? Namun, sebetulnya pihak penegak hukum dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penegak hukum dapat menggunakan kedua pasal tersebut.

Bagaimana Cara Melaporkan Pelaku Penipuan Online?

Apabila Anda menjadi korban dari tindak penipuan online, jangan panik! Sebab, saat ini banyak tersedia bantuan dan cara melaporkan penipuan online secara cepat dan mudah. Salah satunya melalui situs www.lapor.go.id.  Situs ini merupakan situs yang dikembangkan oleh Kantor Staf Presiden guna menampung aspirasi dan pengaduan online rakyat.

Ada pula situs layanan.kominfo.go.id, di mana Anda bisa melaporkan panggilan dan/atau pesan yang bersifat mengganggu dan/atau tidak dikehendaki (spam call and/or message) yang diindikasikan sebagai penipuan, untuk kemudian ditindaklanjuti. Namun, sebelum melaporkan ada baiknya Anda mengecek ulang dengan cermat dan teliti keabsahan nomor rekening yang digunakan untuk transaksi online, ya!

Tidak hanya itu saja, alternatif untuk lapor penipuan online, yaitu dengan memblokir rekening bank milik si penipu. Anda dapat menelepon nomor customer service bank yang digunakan si penipu atau datang langsung ke kantor cabang bank tersebut untuk membuat laporan.

Nantinya, petugas bank akan memproses laporan Anda dan segera menindaklanjutinya. Jika jumlah laporan yang ditujukan terhadap rekening bank tersebut banyak atau Anda memiliki bukti konkrit penipuan, maka pihak bank dapat memiliki kewenangan untuk memblokir nomor rekening tersebut.

Setelah nomor rekening pelaku terblokir, pihak bank juga akan melakukan mediasi, antara pihak penerima transfer dengan pihak pemberi tranfer. Namun, apabila mediasi ini tidak berjalan lancar, maka Anda disarankan untuk melapor kepada aparat kepolisian.

Anda masih ragu dan bingung harus melakukan apa? Atau, masih belum paham terkait proses hukum yang perlu dijalankan? Kalau begitu, segera konsultasikan dengan advokat atau konsultan hukum yang memang ahli dan menguasai ranah ini.

Klik tombol di bawah ini untuk bisa berkonsultasi langsung dengan mitra advokat terpercaya Justika. 

Untuk diketahui, artikel ini sedang diulas oleh Konsultan Hukum dan akan diperbarui dari hasil ulasan tersebut.


Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Justika. Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah ini.



+23
Chat Konsultan Hukum