denda-pencemaran-nama-baik

Hati – Hati Berkomentar Di Media Sosial Jika Salah Bisa Dijerat Hukuman

Pencemaran nama baik atau yang paling dikenal dengan penghinaan, yang mana hal tersebut adalah perilaku menyerang nama nama baik seseorang yang mana orang tersebut merasa dirugikan akan penyerangan yang dilakukan dengan nama baiknya tersebut. Denda pencemaran nama baik ini juga tidak bisa dikatakan main-main. 

Saat ini tindak pidana pencemaran nama baik banyak dilakukan di media sosial, kejahatan tindak pidana dalam dunia teknologi dan informasi ini dikenal dengan kejahatan cybercrime. Cybercrime merupakan jenis kejahatan yang bisa dibilang masih baru dan masih banyak orang yang awam dengan kejahatan ini. 

Pasal Pencemaran Nama Baik 

Pencemaran nama baik merupakan tindak kejahatan yang dapat dilakukan di dalam dunia Teknologi dan Informasi. Bahkan untuk setiap harinya kejahatan teknologi ini semakin mengalami peningkatan yang cukup signifikan. 

Kasus yang sering terjadi di media sosial ini kebanyakan tentang pencemaran nama baik, mereka tanpa tahu jika melakukan tindak kejahatan tersebut dapat dikenakan denda pencemaran nama baik. 

Jauh dahulu sebelum mengenal media sosial pengaturan yang berhubungan dengan contoh laporan pencemaran nama baik ini sudah diatur pada ketentuan yang berada dalam pasal KUHP seperti yang ada di bawah ini :

1.Pasal 310 KUHP

– Siapa yang dengan unsur kesengajaan merusak kehormatan orang lain dengan cara menuduh seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud yang jelas dan berakibat tersebarnya tuduhan tersebut, akan diberikan hukuman karena menistakan, dengan hukuman penjara 9 bulan dan denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500-, 

– Jika hal itu dilakukan menggunakan sebuah gambar maupun tulisan yang disebar luaskan, ditempelkan dan dengan sengaja memperlihatkannya ke umum, maka yang melakukannya akan diberikan hukuman penjara 1 tahun 4 bulan dan juga denda Rp 4.500,-.

2. Pasal 315 KUHP

Segala bentuk penghinaan yang dilakukan dengan sengaja yang tidak bersifat mencemarkan maupun pencemaran dalam bentuk tulisan yang dilakukan kepada orang lain, baik di hadapan umum dengan perbuatan atau lisan, dan di muka orang itu sendiri, baik dengan tulisan, perbuatan, dan surat yang dikirimkan, diancam dengan penghinaan ringan dengan hukum penjara 4 bulan 2 minggu dan denda Rp 4.500,-.

Setelah ada jaringan internet maka kejahatan pencemaran nama baik ini diatur dalam UU ITE pasal 27 ayat 3 :

Setiap orang yang memiliki kesengajaan dan tidak mempunyai hak menyebarluaskan atau mentransmisikan, membuat bisa diakses informasi elektronik, dokumen elektronik, yang berisikan penghinaan, pencemaran nama baik. 

Pasal 45 UU ITE berbunyi :

-Untuk setiap orang yang mempunyai unsur yang ada dalam pasal 27 ayat 1,2,3 dan 4 akan dipidana dengan penjara paling lama 6 tahun denda pencemaran nama baik sebesar Rp 1.000.000.000,00-, 


Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.






Tidak Boleh Ada Sanksi, Cek Aturan Pinjam Uang Pada Fintech Syariah!

Pertanyaan:

Apakah benar tidak ada denda jika meminjam uang di fintech syariah?

Penjelasan:

Inovasi Keuangan Digital (IKD) atau yang lebih familiar dengan istilah financial technology (fintech) merupakan inovasi di bidang pelayanan jasa keuangan yang memanfaatkan teknologi. Serupa dengan layanan perbankan, fintech juga memiliki layanan syariah yang dapat menjadi pilihan bagi masyarakat Indonesia, mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam sehingga kemunculan fintech syariah ini cukup menjadi lirikan bagi konsumen.

Fintech Syariah Menurut MUI

Payung hukum fintech syariah diatur Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang juga mengatur fintech konvensional. Selain POJK tersebut, yang membedakan fintech syariah adalah keharusan memenuhi acuan yang tercantum pada Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117 Tahun 2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.

“Penyelenggaraan layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi tidak boleh bertentangan dengan prinsip Syariah, yaitu antara lain tidak boleh maysir (bertaruh), gharar (ketidakpastian), dan riba (jumlah bunga melewati ketetapan), tadlis (menyembunyikan kecacatan obyek akad), dharar (tindakan yang dapat menimbulkan bahaya), zhulm (perbuatan yang merugikan), dan haram”

Ragam Akad Pada Fintech Syariah

Prinsip syariah ini bukan berarti tidak adanya pembagian keuntungan yang dapat diperoleh baik bagi pihak peminjam atau pemberi modal, perusahaan fintech syariah dan peminjam bersifat kerja sama. Terdapat enam jenis akad yang diperbolehkan dan sistem bagi hasil disesuaikan dengan akad yang disepakati kedua belah pihak.

  1. Akad jual-beli (al-bai’), adanya perpindahan kepemilikan objek yang dipertukarkan (barang dan harga).
  2. Akad ijarah, adanya perpindahan hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran upah atau ujrah.
  3. Akad musyarakah, kerja sama antara dua pihak yang saling memberikan kontribusi dana/modal usaha dengan ketentuan keuntungannya akan dibagi rata, begitupun jika terjadi kerugian maka kedua pihak akan bertanggung jawab dengan beban yang sama.
  4. Akad mudharabah, kerja sama yang terjadi antara suatu usaha dengan pemilik modal yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola dan keuntungan usaha dibagi sesuai nisbah (rasio) yang disepakati dalam akad. Apabila terjadi kerugian, pemilik modal yang akan bertanggung jawab, kecuali terdapat keteledoran yang disebabkan peminjam.
  5. Qardh, akad pinjaman dari pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.
  6. Wakalah bi al ujrah, akad berupa pelimpahan kuasa untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang disertai dengan imbalan berupa ujrah (upah).

Sanksi pada P2P Lending Syariah

Selain diatur dalam DSN MUI Nomor 117 Tahun 2018, sanksi untuk nasabah untuk pembayaran atas pinjaman yang dilakukan juga diatur dalam Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 17 Tahun 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu Yang Menunda-nunda Pembayaran, disebutkan:

Nasabah yang tidak atau belum mampu membayar disebabkan force majeure (kahar) tidak boleh dikenakan sanksi

Selain putusan tersebut, DSN MUI Nomor 17 tahun 2000 ini juga memperbolehkan adanya ta’zir (denda) untuk nasabah yang sebenarnya mampu membayar tapi sengaja menunda-nunda pembayaran. 

sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir (denda), yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya

Secara spesifik dibahas bahwa sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.  Selain itu, dana yang terhimpun berasal dari denda ini juga diharuskan untuk dikelola sebagai dana sosial. Adapun di beberapa fintech syariah yang benar-benar membebaskan denda sebagai nilai tambah yang ditawarkan kepada konsumen. Jadi, peminjam juga bisa mengembalikan pinjaman lebih cepat lalu jika ada kebutuhan bisa mengajukan pinjaman kembali. 

Saat ini, terdapat 8 perusahaan fintech syariah yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dapat menjadi pilihan aman bagi konsumen, diantaranya adalah Investree, Alami, Amartha, Duha, Ethis, Ammana, Dana, dan Qazwa.

Kenali secara spesifik aturan apa saja yang berlaku pada perusahaan fintech yang akan Anda pilih, termasuk kelebihan yang ditawarkannya. Anda juga dapat memeriksa status dari fintech syariah yang hendak dipilih pada lama OJK atau Asosiasi Fintech Syariah Indonesia untuk keamanannya. Anda juga dapat berkonsultasi langsung ke advokat-advokat yang ahli di bidangnya untuk memberikan solusi terbaik untuk Anda.

Klik tombol di bawah ini untuk berkonsultasi langsung dengan mitra advokat terpercaya Justika.

Untuk diketahui, artikel ini sedang diulas oleh Konsultan Hukum dan akan diperbarui dari hasil ulasan tersebut.


Artikel ini merupakan kerja sama Hukumonline dengan Justika. Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah ini.