Simak, Inilah Penyelesaian Kasus KDRT di Luar Pengadilan
Kasus kekerasan dalam rumah tangga yang kian marak merupakan buntut panjang dari kurang siapnya kaum muda dalam mempersiapkan rumah tangga. Minimnya pengetahuan dan berbagai faktor lainnya menyebabkan seseorang dengan mudah melakukan kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual di lingkup rumah tangga. Penyelesaian kasus kdrt tingkat berat dapat dilakukan di pengadilan, tetapi ada pula penyelesaian kasus kdrt di luar pengadilan.
Faktor penyebab terjadinya kdrt dalam lingkup internal biasanya disebabkan oleh karakter pelaku yang bersifat abusive, keadaan ekonomi, maupun komunikasi yang tidak berjalan dengan baik. Faktor lainnya, yaitu dikarenakan suku atau kebudayaan yang berbeda dan faktor lingkungan yang mendukung adanya tindak kdrt. Hal tersebut semakin meningkatnya kasus-kasus kdrt di Indonesia.
Kdrt biasanya dialami oleh perempuan, karena perempuan sering dianggap lemah dan tak berdaya. Stigma negatif tentang perempuan inilah yang terus membuat kasus-kasus kdrt di Indonesia tak menemui titik temu. Meskipun demikian, terkadang perempuan juga dapat menjadi pelaku kdrt, walaupun persentasenya sangat jauh lebih kecil dibandingkan pria sebagai pelaku.
Belakangan ini, akhir dari kasus kdrt yang dialami oleh sebagian masyarakat Indonesia berakhir dengan perceraian. Perceraian dianggap sebagai jalan keluar dari setiap masalah kekerasan yang terjadi di lingkungan rumah tangga. Bukan berarti tidak ada jalan lain, penyelesaian dari kasus kdrt dengan jalan damai misalnya, masih dianggap tabu dan dirasa kurang efektif.
Pada kenyataannya, kasus kdrt yang berakhir dengan perceraian dapat berdampak buruk bagi kedua belah pihak yang berseteru terlebih pada anak. Pelaku akan mendapatkan hukuman penjara kasus kdrt dan korban akan memulai hidup baru yang tak jarang bukannya mendapatkan perlindungan, justru dikucilkan dan bagi anak, pastinya terpengaruh dalam hal psikologisnya.
Penyelesaian kasus kdrt di luar pengadilan sebenarnya sangat mungkin dilakukan, apabila pelaku mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya baik itu mendapatkan hukuman penjara kasus kdrt dan denda atau sanksi lainnya sesuai jenis tindak kekerasan yang dilakukan dan juga korban yang masih memberi kesempatan bagi pelaku.
Kasus kdrt dan penyelesaiannya di luar pengadilan yang pertama dapat dilakukan tanpa menggunakan mediator. Pada tingkat penyelesaian ini disebut negosiasi, dimana dari kedua belah pihak memiliki inisiatif sendiri untuk menyelesaikan permasalahan bersama-sama. Yang kedua dapat dilakukan dengan meminta bantuan keluarga sebagai bentuk mediasi. Yang ketiga dapat diselesaikan dengan kedua belah pihak yang bersepakat untuk meminta bantuan kepala desa sebagai penengah.Kasus kdrt pada dasarnya tidaklah dibenarkan dari sisi manapun. Pelaku pantas mendapatkan hukuman dan tentunya perlu penanganan bagi korban yang tekena dampak fisik maupun psikis. Penyelesaian kasus kdrt memang sebaiknya dilakukan oleh pihak yang berwajib agar mendapatkan penanganan yang tepat, tetapi dalam beberapa kasus, penanganan kasus KDRT di luar pengadilan juga dapat menjadi alternatif dimana kedua belah pihak dapat saling bekerja sama dan saling mempercayai satu sama lain.
Baca Juga: Jadi Korban KDRT, Apa yang Harus Dilakukan?
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
Pasal 44 KUHP Tentang KDRT yang Perlu Muda-mudi Pahami
KDRT atau kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Pada tahun 2020 per tanggal 1 Januari hingga 6 November, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengatakn bahwa terjadi 3.419 kasus kdrt. Dari besarnya jumlah kasus tersebut masih ada kekhawatiran bahwa angka tersebut bukanlah angka yang sebenarnya, melainkan masih banyak kasus yang belum terdeteksi.
Dengan besarnya angka tersebut, sebenarnya sudah ada aturan tersendiri tentang kdrt, namun banyak dari masyarakat yang belum memahami dan menyadari betapa pentingnya pengetahuan tentang aturan kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 44 KUHP kdrt merupakan salah satu aturan yang berkenaan tentang kdrt.
Bunyi pasal 44 KUHP ini berisi tentang ketentuan pidana bagi siapa saja pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Pasal 44 KUHP kdrt memiliki 4 ayat yang masing-masing ayatnya saling terkait. Pada ayat 1 menjelaskan bahwa pelaku kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga mendapatkan ancaman paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak sebesar Rp 5.000.000.
Pada ayat 2 menjelaskan bahwa apabila korban kekerasan fisik mengalami luka berat atau jatuh sakit, maka pelaku akan dikenakan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp30.000.000.
Ayat 3 menjelaskan apabila korban meninggal dunia, pelaku akan dikenakan hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 45.000.000. Bunyi pasal 44 KUHP ayat 4 adalah apabila korban tidak mengalami penyakit atau halangan maka pelaku di denda paling banyak Rp 5.000.000 dan penjara paling lama 4 tahun.
Ancaman bagi para pelaku kdrt bukanlah ancaman yang ringan, namun pelaku kdrt kebanyakan tidak menyadari tentang ancaman ini. Memang banyak sekali faktor yang menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga, salah satunya adalah minimnya pengetahuan tentang kdrt. Sangat perlu bagi kaum muda-mudi untuk memahami tentang penghapusan kdrt, aturan tentang kdrt, hingga sop penangan kasus kdrt apabila terjadi kasus kdrt di lingkungan tempat tinggal.
Kasus kdrt yang terus melonjak naik ini menjadi masalah bersama yang harus segara mendapatkan perhatian dari semua pihak, terutama kaum muda-mudi. Komunitas dari muda-mudi memiliki peranan penting untuk menyelesaikan masalah kdrt yang terus meningkat. Perlunya pengetahuan tentang kasus kdrt dan penyelesaiannya hingga sop penangan kdrt harusnya sudah menjadi landasan bagi calon ayah dan calon ibu dalam mempersiapkan rumah tangga.Kekerasan dalam rumah tangga tak hanya terjadi pada anggota keluarga, bisa juga terjadi pada orang-orang di sekitar rumah tangga. Sehingga sangat penting bagi setiap elemen di rumah tangga perlu memperhatikan tentang undang-undang penghapusan kdrt dan pasal 44 KUHP kdrt.
Baca Juga:
- Undang-undang Tentang KDRT yang Wajib Anda Ketahui sebagai Masyarakat Indonesia
- Mengenal UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
- Tidak Main-main! Seperti Ini Pasal Untuk Hukuman Bagi Pelaku KDRT
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
Mengenal UU No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di negara Indonesia masih sering terjadi dan meninggalkan trauma mendalam pada korban. Sebagian besar korban KDRT adalah perempuan karena perempuan secara fisik lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki. Faktor lain seperti emosi pasangan yang meledak-ledak, kondisi mental perempuan dan faktor lingkungan juga menjadi penyebab kekerasan dalam rumah tangga.
UU No 23 Tahun 2004
Masalah KDRT ini diatur dalam UU No 23 Tahun 2004. Melalui UU tentang kekerasan dalam rumah tangga ini, negara bermaksud untuk menghapuskan segala jenis tindakan KDRT di Indonesia.
- Ruang Lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dalam UU ini yang dimaksud dengan KDRT adalah segala perbuatan terutama kepada perempuan yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, mental, seksual, penelantaran, ancaman dan pemaksaan dalam lingkup rumah tangga.
Sangat terlihat jelas bahwa UU ini menekankan bahwa korban seringnya adalah perempuan. Namun lebih lanjut dijelaskan dalam UU ini bahwa korban adalah semua orang yang berada pada lingkup rumah tangga, yaitu Suami, Istri dan Anak.
Di Indonesia sendiri bentuk kekerasan dalam rumah tangga yang sering dialami oleh korban adalah kekerasan fisik. Selanjutnya diikuti dengan kekerasan seksual, kekerasan psikis dan kekerasan ekonomi.
- Tujuan UU No 23 Tahun 2004
Tujuan dari UU tentang kekerasan dalam rumah tangga ini adalah untuk menghapuskan KDRT yang masih sering dialami oleh terutama perempuan. Melalui UU ini, negara menindak tegas setiap pelaku KDRT. UU ini mengajak berbagai lapisan masyarakat dan institusi negara yang terdiri dari keluarga, advokat, lembaga sosial, polisi, kejaksaan dan pengadilan untuk tidak berkompromi terhadap KDRT yang terjadi di lingkungan negara Indonesia.
Oleh karenanya Anda sebagai masyarakat tidak boleh cuek terhadap tindak KDRT di lingkungan Anda dan sebaiknya segera melapor ke pihak yang berwajib apabila mengetahui tindak KDRT.
- Perlindungan Terhadap Korban
Pada UU ini dijelaskan bahwa korban KDRT dijamin haknya dalam mendapatkan perlindungan dari berbagai lembaga terkait, kemudian akses kesehatan dan layanan medis, data korban wajib dilindungi, pendampingan dari lembaga sosial dan bantuan hukum selama pemprosesan hukum KDRT dan juga bimbingan kerohanian agar korban tidak mengalami trauma yang berlebihan.
Kasus KDRT dan Penyelesaiannya
Meskipun sudah diatur dengan jelas melalui UU tentang kekerasan dalam rumah tangga bahwa KDRT harus dihapuskan namun tidak membuat kasus KDRT berhenti begitu saja. Kasus KDRT bisa diselesaikan dengan kekeluargaan, mediasi dan juga dapat berlanjut ke perkara pidana.
- Menyelesaikan perkara KDRT dengan kekeluargaan sering dilakukan dalam mendamaikan pelaku dan korban kekerasan. Namun hal tersebut kadang lebih menguntungkan pelaku dan besar kemungkinan KDRT akan terulang kembali.
- Mediasi biasanya dilakukan di pengadilan agama dengan tujuan agar dapat diselesaikan dengan baik-baik dan menjadi bahan instrospeksi masing-masing pihak.
- KDRT bisa menjadi tindak perkara pidana apabila korban menderita fisik yang berlebihan hingga sampai menghilangkan nyawa korban.
Baca Juga:
- Pahami Undang-undang Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Cara Pengaduan kepada Pihak Hukum
- Undang-undang Tentang KDRT yang Wajib Anda Ketahui sebagai Masyarakat Indonesia
- Tidak Main-main! Seperti Ini Pasal Untuk Hukuman Bagi Pelaku KDRT
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.
Berikut Bentuk KDRT dan Ancaman Hukuman Yang Harus Dijalani
Kasus KDRT dan penyelesaiannya tidak hanya dialami oleh istri saja tetapi juga oleh suami bahkan tak jarang anak-anak, bentuk kekerasan yang terjadi pun bisa berwujud kekerasan fisik maupun psikis, oleh karena itu ada baiknya Anda mengenali perihal tentang KDRT berikut.
Bentuk KDRT
KDRT adalah bentuk perilaku yang mempertahankan kendali atas pasangan hingga membuat pasangan mengalami penderitaan, adapun kendali yang sudah dirasa merugikan tersebut bisa berupa pemaksaan atau perampasan kebebasan dalam rumah tangga, masih cukup banyak orang yang belum begitu mengerti apa saja tindakan yang masuk dalam kategori kasus kdrt.
- Kekerasan Terbuka
Kekerasan terbuka sama halnya dengan kekerasan fisik, bentuk kekerasan yang paling sering terjadi dan sering muncul di setiap laporan berita, contoh dari kekerasan fisik yaitu main tangan seperti menampar; memukul; menendang; mendorong bahkan sampai membunuh.
- Kekerasan Tertutup
KDRT tidak hanya berupa fisik atau terbuka tetapi juga tertutup yang dapat memberikan efek jangka panjang, dampak kdrt psikis atau emosional tentunya dapat membuat psikologis korbannya terganggu, salah satu contoh dari kekerasan psikis yaitu cacian atau makian, korban yang mengalami kekerasan psikis terus menerus akan membuat rasa percaya dirinya hilang serta merasa tidak berdaya, jika korban mengalami tekanan yang berat bisa berakibat pada upaya bunuh diri.
- Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual bisa berarti tindakan yang dilakukan untuk memuaskan hasrat seksual baik secara fisik maupun verbal, contoh dari kekerasan seksual adalah pemaksaan atau pelecehan seksual, pemaksaan secara fisik dapat berupa mencium paksa; memaksa berhubungan intim; meraba atau menyentuh organ seks, sedangkan kekerasan seksual secara verbal bisa berupa perbuatan yang bersifat menghina atau melecehkan korbannya.
- Kekerasan Finansial
Kekerasan finansial mungkin masih jarang terdengar atau dipahami oleh sebagian besar masyarakat, contoh dari kekerasan finansial yaitu istri terpaksa harus bekerja mencari nafkah karena suami merasa keberatan jika harus bekerja, padahal suami sebenarnya masih sanggup bekerja, jika Anda pernah mengalaminya bisa jadi Anda mengalami kasus KDRT dan penyelesaiannya dalam kategori kekerasan finansial.
Selain memaksa bekerja kekerasan finansial juga bisa terjadi jika pasangan mengambil harta tanpa ijin atau tanpa sepengetahuan, ada juga yang menelantarkan korban dengan melarang korban untuk bekerja.
Mengenai UU KDRT di Indonesia
Tujuan dari membina kehidupan berumah tangga seharusnya mulia tetapi dalam perjalanan tersebut tidak selamanya berjalan lancar, ada tantangan yang harus dihadapi setiap pasangan dan bagaimana cara menyelesaikan setiap tantangan, namun sampai saat ini kerap kali perjalanan membina rumah tangga diwarnai kekerasan, kekerasan yang terjadi di lingkup rumah tangga telah diatur dalam Undang Undang kekerasan dalam rumah tangga Nomor 23 Tahun 2004.
Siapa saja yang termasuk dalam lingkup rumah tangga? Lingkup rumah tangga tidak hanya terdiri dari seperti suami; istri; anak termasuk anak tiri serta anak angkat, mereka yang mempunyai hubungan keluarga dan menetap dalam satu rumah seperti ipar; menantu; mertua; PRT juga bagian lingkup rumah tangga.
Segala bentuk hal yang termasuk dalam kdrt tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2004, UU tersebut berlaku bagi siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, seperti fenomena yang banyak terjadi di masyarakat tindak kekerasan umumnya dilakukan oleh suami, padahal KDRT yang dilakukan tidak memandang jenis kelamin, hanya saja kdrt yang sering terjadi di masyarakat dialami oleh istri.
Siapapun yang melanggar akan dikenai denda atau ancaman pidana penjara, oleh karena itu pelaku KDRT baik dari suami atau istri tetap akan dikenakan sanksi sesuai dengan yang tertuang dalam undang undang tentang kdrt.
Apa hak yang bisa diperoleh korban KDRT? UU tentang kekerasan dalam rumah tangga telah mengatur hak-hak yang bisa diperoleh para korban, selain keluarga korban juga akan memperoleh perlindungan dari pihak kepolisian; pengacara; lembaga sosial serta pihak lain sesuai dengan perintah pengadilan, korban juga akan mendapatkan pelayanan kesehatan; pendampingan pekerja sosial serta bimbingan rohani, ketentuan tersebut tertuang pada pasal 10 UU No.23 Tahun 2004.
Namun perlu diperhatikan bahwa proses pelaporan hanya bisa dilakukan oleh korban, keluarga lain tidak bisa membuat laporan tindak kdrt kecuali telah mendapatkan izin dari korban, hukum kdrt istri terhadap suami bisa terhitung bulanan hingga tahunan.
Adapun seperti yang tercantum dalam pasal 44 kuhp kdrt ayat 1 menjelaskan tentang ancaman hukuman bagi pelaku kdrt, bagi pelaku kekerasan fisik dikenai sanksi penjara paling lama 5 tahun penjara atau dikenai denda paling banyak Rp 15 juta, sedangkan hukuman kdrt terhadap istri paling lama 4 bulan jika tidak menimbulkan halangan yang mungkin dapat mengganggu kegiatan sehari-hari, atau pelaku juga bisa dikenai denda paling banyak Rp 5 juta, hal tersebut tertuang dalam UU KDRT pasal 44 ayat 4.
Penyebab Terjadinya KDRT
Cukup banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, namun dari beragam faktor yang ada faktor ekonomi dan kecemburuan menjadi faktor yang paling dominan, selain itu ada faktor lain yang juga turut mempengaruhi terjadinya KDRT.
KDRT cukup sering dialami oleh perempuan, apalagi perempuan yang menikah secara agama; kontrak atau lainnya, faktor ini memicu terjadinya kekerasan fisik dan seksual, selain faktor dari individu perempuannya ada juga faktor pasangan, perempuan yang suaminya memiliki pasangan atau wanita idaman lain beresiko lebih besar mengalami kekerasan, perempuan yang suaminya tidak memiliki pekerjaan juga cenderung akan mengalami kekerasan fisik maupun seksual.
Penyelesaian Kasus KDRT
Dalam menyelesaikan kasus KDRT tidak akan ada upaya mediasi selama proses persidangan pidana, termasuk hakim tidak bisa melakukan mediasi, hanya saja korban bisa melakukan mediasi sebagai salah satu bentuk penyelesaian kasus kdrt di luar pengadilan, mediasi antara korban dan terdakwa ini akan mempengaruhi hukuman yang nantinya diberikan pada terdakwa.
Hakim perlu mendalami apakah proses mediasi antara korban dan terdakwa berjalan tanpa ada paksaan dan sungguh-sungguh, karena proses mediasi bisa saja hanya formalitas, jika mediasi yang dilakukan di luar pengadilan bersifat formalitas bisa saja korban akan mengalami kekerasan di kemudian hari.
Tingginya kasus KDRT membuat Kemen PPPA berupaya dalam memberikan edukasi pra nikah lewat program rumah tangga tangguh, Kemen PPPA menargetkan untuk mengedukasi anak-anak sekolah khususnya remaja puteri agar lebih siap menjalani kehidupan rumah tangga kelak, agar program keluarga tangguh dapat terwujud maka dibutuhkan kerjasama dari semua pihak termasuk meningkatkan pendidikan dan mengubah pola pikir. Dalam setiap pernikahan memang tidak pernah lepas dari masalah, namun komunikasi antar pasangan yang jujur dan terbuka dapat memberikan efek yang positif terlebih saat menghadapi masalah.
Antar pasangan harus bekerja sama dalam mengubah pola pikir demi terciptanya keluarga yang harmonis, sehingga kasus KDRT dan penyelesaiannya yang tergolong tinggi dapat semakin dicegah agar tidak terjadi.
Bantuan Pendampingan Hukum KDRT melalui Justika
Dalam menyelesaikan persoalan KDRT, Anda harus hati-hati terutama dalam mencari solusi terbaik. Oleh karena itu diperlukan pihak ketiga yang dapat membantu mendalami posisi Anda lebih jauh, seperti pengacara yang andal dan profesional. Anda tidak perlu khawatir karena Justika menyediakan beragam layanan untuk membantu Anda.
Anda bisa mengkonsultasikan perihal kekerasan dalam rumah tangga yang dialami tersebut dengan mitra advokat andal dan profesional Justika. Anda bisa memanfaatkan layanan hukum Justika lainnya, seperti Layanan Konsultasi Chat, Konsultasi via Telepon dan Konsultasi Tatap Muka.
Konsultasi hukum kini lebih mudah dan terjangkau menggunakan layanan Konsultasi Chat dari Justika. Anda hanya perlu ketik permasalahan hukum yang ingin ditanyakan pada kolom chat. Langkah selanjutnya Anda bisa melakukan pembayaran sesuai dengan instruksi yang tersedia. Kemudian sistem akan segera mencarikan konsultan hukum yang sesuai dengan permasalahan Anda.
Dengan Konsultasi via Telepon, Anda akan mendapatkan kesempatan untuk berbicara dengan Mitra Konsultan Hukum secara mudah dan efektif melalui telepon selama 30 menit atau 60 menit (sesuai pilihan Anda), untuk berdiskusi lebih detail mengenai permasalahan hukum yang dialami.Sementara melalui Konsultasi Tatap Muka, Anda akan mendapatkan layanan untuk bertemu dan berdiskusi langsung dengan Mitra Advokat Justika selama 2 jam (dapat lebih apabila Mitra Advokat bersedia). Selama pertemuan, Anda dapat bercerita, mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan mendalam, termasuk menunjukan dokumen-dokumen yang relevan.
Layanan Pembuatan Surat Gugatan Cerai
Ketika Anda sudah berkonsultasi dengan mitra advokat Justika, ada cara lain untuk menyelesaikan persoalan kekerasan dalam rumah tangga, yaitu jalur perceraian. Justika menyediakan layanan untuk membuat surat gugatan cerai yang dapat membantu Anda perihal perceraian. Cara mengakses layanan tersebut mudah, cukup dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
- Buka layanan Pembuatan Surat Gugatan Cerai Justika
- Klik tombol “Pesan Dokumen”
- Anda akan diarahkan menuju Whatsapp dan Admin kami akan membantu Anda untuk proses selanjutnya
- Setelah proses administrasi selesai, Mitra Advokat Justika akan mulai membantu proses pembuatan surat gugatan cerai Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di artikel ini disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan konsultan hukum berpengalaman dengan klik tombol konsultasi di bawah.